MISTERI NUSANTARA BAGIAN KEDUA
Indonesia ternyata adalah merupakan benua Atlantis yang hilang sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Plato dalam bukunya Timaeus dan Critias. Fakta mengejutkan ini diungkapkan oleh Prof. Arysio Nunes dos Santos dalam bukunya “Atlantis, The Lost Continent Finally Found“.
Prakata.
Atlantis, Atalantis, atau Atlantika (bahasa Yunani: Ἀτλαντὶς νῆσος, “pulau Atlas”) adalah merupakan sebuah pulau atau bahkan sebuah benua legendaris yang pertama kali disebutkan oleh Plato dalam bukunya Timaeus dan Critias.
Dalam catatannya tersebut, Plato menuliskan bahwa Atlantis ini terhampar “di seberang pilar-pilar Herkules”, dan memiliki angkatan laut yang telah menaklukkan Eropa Barat dan Afrika 9.000 tahun sebelum waktu Solon, atau sekitar tahun 9500 SM. Setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis kemudian tenggelam ke dalam samudra “hanya dalam waktu satu hari satu malam”.
Telah diklaim bahwa sebelum era Eratosthenes tahun 250 SM, penulis Yunani menyatakan bahwa lokasi “pilar-pilar Herkules” berada di Selat Sisilia, namun tidak terdapat bukti-bukti yang cukup untuk membuktikan hal tersebut.
Atlantis umumnya dianggap hanya sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk mengilustrasikan teori politiknya. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu, seperti letusan Thera atau perang Troya, sementara lainnya menyatakan bahwa ia terinspirasi dari peristiwa kontemporer seperti hancurnya Helike tahun 373 SM atau gagalnya invasi Athena ke Sisilia tahun 415-413 SM.
Masyarakat sering membicarakan keberadaan Atlantis selama Era Klasik, namun umumnya tidak mempercayainya dan kadang-kadang menjadikannya sebagai bahan lelucon. Kisah Atlantis kurang dikenal pada Abad Pertengahan, namun pada era modern cerita mengenai Atlantis ditemukan kembali. Deskripsi Plato menginspirasikan karya-karya penulis zaman Renaissance, seperti “New Atlantis” karya Francis Bacon. Atlantis juga mempengaruhi literatur modern, dari fiksi ilmiah hingga buku komik dan film. Namanya telah menjadi pameo untuk semua peradaban prasejarah yang telah maju (dan kemudian menghilang).
Pada buku Timaeus, Plato berkisah:
“Di hadapan Selat Mainstay Haigelisi, ada sebuah pulau yang sangat besar, dari sana kalian dapat pergi ke pulau lainnya, di depan pulau-pulau itu adalah seluruhnya daratan yang dikelilingi laut samudera, itu adalah kerajaan Atlantis. Ketika itu Atlantis baru akan melancarkan perang besar dengan Athena, namun di luar dugaan, Atlantis tiba-tiba mengalami gempa bumi dan banjir, tidak sampai sehari semalam, tenggelam sama sekali di dasar laut, negara besar yang melampaui peradaban tinggi, lenyap dalam semalam”.
Menurut Critias, dewa Helenik membagi wilayah untuk setiap dewa; Poseidon mewarisi wilayah pulau Atlantis. Pulau ini lebih besar daripada Libya kuno dan Asia Kecil yang disatukan, tetapi akan tenggelam karena gempa bumi dan menjadi sejumlah lumpur yang tak dapat dilewati, menghalangi perjalanan menyeberang samudra. Bangsa Mesir pernah mendeskripsikan Atlantis ini sebagai pulau yang terletak kira-kira 700 kilometer, kebanyakan terdiri dari pegunungan di wilayah Utara dan sepanjang pantai, dan melingkupi padang rumput berbentuk bujur di Selatan “terbentang dalam satu arah tiga ribu stadia (sekitar 600 km), tetapi di tengah sekitar dua ribu stadia (400 km).
Selain Timaeus dan Critias, tidak terdapat catatan kuno mengenai Atlantis
Negeri yang Kaya Raya Bernama indonesia yang dulu Atlantis-Sundaland-Lemuria dan termasuk Kandis sudah diinfiltrasi Imperialisme sejak dulu awal berdiri Republik,negera modern..........
Imperialisme, di Indonesia Semuanya Tersedia Dengan Sempurna
Setelah menerbitkan buku “Confessions of an Economic Hitman” (2004), John Perkins mendapat banyak kunjungan dari berbagai lapisan masyarakat, dan mereka kebanyakan meminta agar Perkins melanjutkan bukunya dengan berbagai keterangan yang jauh lebih jujur dan berani. Salah satunya—seperti yang ditulis Perkins dalam pengantar “Pengakuan Bandit Ekonomi: Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia & Negara Dunia Ketiga” (2007) —meminta dirinya agar memaparkan arti kata “Imperium” dengan sederhana, agar banyak orang terbuka kesadarannya.
Perkins menulis jika Imperium adalah negara-bangsa yang mendominasi negara-bangsa lainnya dan menunjukkan satu atau lebih ciri-ciri berikut:
1. Mengeksploitasi sumber daya dari negara yang didominasi,2. Menguras sumber daya dalam jumlah yang tidak sebanding dengan jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain,
3. Memiliki angkatan militer yang besar untuk menegakkan kebijakannya ketika upaya halus gagal,
4. Menyebarkan bahasa, sastra, seni, dan berbagai aspek budayanya ke seluruh tempat yang berada di bawah pengaruhnya,
5. Menarik pajak bukan hanya dari warganya sendiri, tapi juga dari orang-orang di negara lain, dan
6. Mendorong penggunaan mata uangnya sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya.
Perkins menulis, “Semua ciri imperium global itu ada pada AS.” Dengan kata lain, Amerika Serikat adalah Imperium Global di masa sekarang. Sebagai mantan tim perusak ekonomi—diistilahkannya sendiri sebagai “The Economic Hit Men”—Perkins dengan berani mengungkapkan kesaksiannya jika dewasa ini negara-negara dunia ketiga, alias negara terkebelakang, merupakan jajahan Imperium AS, termasuk Indonesia.
Jika penguasanya disebut “Empire” atau “Emperor”, maka sistem yang berlaku adalah Imperialisme.
Menurut definisi Wikipedia, Imperialisme ialah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang. Sebuah contoh, imperialisme terjadi saat negara-negara itu menaklukkan atau menempati tanah-tanah itu.
Perkataan Imperialisme muncul pertama kali di Inggris pada akhir abad XIX. Disraeli, perdana menteri Inggris, menciptakan politik ekspansif yang bernafsu meluaskan pengaruh kerajaan Inggris hingga ke seluruh dunia. Disraeli mendapat tentangan. Golongan oposisi ini takut kalau-kalau politik Disraeli itu akan menimbulkan beragai krisis internasional. Kaum oposisi ini disebut golongan “Little England” dan golongan Disraeli (bersama Joseph Chamberlain dan Cecil Rhodes) disebut golongan “Empire” atau golongan “Imperialisme”. Timbulnya perkataan imperialis atau imperialisme, mula-mula hanya untuk membeda-bedakan golongan Disraeli dari golongan oposisinya, namun dalam perkembangannya istilah ini meluas hingga seperti yang dikenal sekarang ini.
Imperare
Istilah imperialisme berasal dari kata Latin “imperare” yang artinya “memerintah”. Hak untuk memerintah (imperare) disebut “imperium”. Orang yang diberi hak itu (diberi imperium) disebut “imperator”. Yang lazimnya diberi imperium itu ialah raja, dan karena itu lambat-laun raja disebut imperator dan kerajaannya (ialah daerah dimana imperiumnya berlaku) disebut imperium.
Pada zaman dahulu kebesaran seorang raja diukur menurut luas daerahnya, maka raja suatu negara ingin selalu memperluas kerajaannya dengan merebut negara-negara lain. Tindakan raja inilah yang disebut imperialisme oleh orang-orang sekarang, dan kemudian ditambah dengan pengertian-pengertian lain hingga perkataan imperialisme mendapat arti-kata yang kita kenal kini.
Di zaman dahulu, tindakan untuk menguasai suatu wilayah kerajaan selalu menggunakan senjata api atau peperangan. Namun sekarang tidak selalu. Sekarang, penguasaan bisa dilakukan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama, pendidikan, dan ideologi. Dan tentu saja, perang sebagai alat terakhir seperti yang menimpa Irak dan Afghanistan.
Indonesia Under Imperialisme
Indonesia sekarang merupakan jajahan dari imperium asing. Mau melihat faktanya? Ada cara yang paling sederhana dan mudah, lihatlah film pendek karya John Pilger berjudul Globalisation: The New Rulers of the World. Dalam film ini, Pilger dengan jujur memotret dan menelanjangi apa yang disebut sebagai “Globalisasi”—eufimisme dari Imperialisasi—dan dampaknya bagi rakyat Indonesia yang sangat dahsyat berupa kemiskinan dan ketidakadilan.
Globalisasi sesungguhnya hanyalah bungkus baru bagi “bangkai lama” bernama Kolonialisme dan Imperialisme. Keduanya merupakan konsekuensi logis dari sistem kapitalis yang tengah berkembang dengan cepat di Amerika dan Eropa. Ada tiga hal yang diperlukan kaum kapitalis dunia di saat sistem mereka maju dengan cepat, yakni sumber bahan mentah yang berlimpah, tenaga kerja yang banyak dan murah, serta pasar yang luas.
Dan di Indonesia, semuanya dengan sempurna telah tersedia.
Sebab itu, negeri kaya raya ini telah menjadi incaran kaum kolonialis-imperialis sejak dulu sampai detik ini. Ironisnya, sejarah mencatat jika proses kejahatan kemanusiaan yang besar ini ternyata diawali oleh Paus Alexander VI dalam Tordesillas Treaty (1494) yang merestui Salib-Portugis dan Salib-Spanyol menjajah dunia di luar Eropa, dan mereka bertemu di Nusantara.
Indonesia, sampai sekarang masih terjajah. Hanya Islam yang mampu membebaskannya, dari segala belenggu penghambaan terhadap sesama mahluk.Dan.....temanku,mari kita berharap info dari berbagai pihak bahwa cuma Imam mahdi yang bisa membebaskan kita dari keganasan New World Order Zionis penjajah keparat,.....
Inilah ciri pimpinan pasukan hitam nanti....Amin...Insya Allah!!!
Oleh, Ustadz Anshari TaslimDalam sebuah hadits disebutkan bahwa di akhir zaman nanti akan muncul sebuah pasukan berpanji hitam yang datang dari arah timur, dalam satu riwayat dari Khurasan mengiringi kedatangan Imam Mahdi yang akan berperang menegakkan khilafah islamiyyah dan mengalahkan orang-orang kafir serta jongos-jongosnya dari kalangan munafikin.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
Muhammad bin Yahya dan Ahmad bin Yusuf menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dari Sufyan Ats Tsauri, dari Khalid Al-Hadzdza`, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma` Ar-Rahabi, dari Tsauban yang berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَقْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ ابْنُ خَلِيفَةٍ ثُمَّ لَا يَصِيرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ فَيَقْتُلُونَكُمْ قَتْلًا لَمْ يُقْتَلْهُ قَوْمٌ ثُمَّ ذَكَرَ شَيْئًا لَا أَحْفَظُهُ فَقَالَ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ.
“Akan ada tiga orang yang saling berperang memperebutkan harta karun kalian ini. Ketiganya adalah putra khalifah, kemudian tidak akan ada yang menang di antara mereka. Lalu datanglah panji-panji hitam dari arah timur. Mereka akan memerangi kalian dengan peperangan yang belum pernah ada suatu kaum memerangi kalian seperti itu.”Kemudian beliau menyebutkan sesuatu yang tidak aku ingat. Lalu beliau bersabda,
”Apabila kalian melihatnya maka baiatlah dia meski harus merangkak di atas salju, karena dialah khalifah Allah Al Mahdi.”
Al-Hafizh Al-Bushiri dalam Mishbah Az-Zujajah menyatakan hadits ini isnadnya shahih, para perawinya tsiqah.”
Al-Hakim mengeluarkan hadits ini juga dari jalan Sufyan sama dengan di atas dan dia katakan, ”Ini hadits shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim.”
Pernyataan ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Tapi tidaklah demikian, karena Al-Bukhari tidak berhujjah dengan Abu Asma` Ar-Rahabi sehingga yang benar hadits ini hanya sesuai syarat Muslim.
Tinjauan sanad Ibnu Majah:
– Muhammad bin Yahya bin Abdullah bin Khalid bin Faris Adz-Dzuhali An-Naisaburi, tsiqah hafizh agung.[1]
– Ahmad bin Yusuf bin Khalid Al-Azdi, Abu Al-Hasan An-Naisaburi, tsiqah.[2]
– Abdurrazzaq, penyusun Mushannaf Abdurrazzaq yang terkenal, tsiqah tak perlu dibahas.
– Sufyan Ats Tsauri, imam dalam bidang hadits yang sangat terkenal tak perlu dibahas.
– Khalid Al Hadzdza`, Khalid bin Mihran Abu Al Manazil adalah perawi al-jamaah, dia tsiqah tapi suka meriwayatkan secara mursal, tapi memang dia biasa meriwayatkan dari Abu Qilabah Abdullah bin Zaid.[3]
– Abu Qilabah, nama aslinya adalah Abdullah bin Zaid bin Amr atau ‘Amir Al-Jurmi Al-Bashri. Ibnu Sirin menganggapnya tsiqah. Ayyub As-Sikhtiyani mengatakan, “Demi Allah, Abu Qilabah adalah ahli fikih yang cerdas. Abu Hatim menganggapnya tsiqah dan bukan mudallis.”[4] Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakannya, “Tsiqah, tokoh utama, sering meriwayatkan secara mursal”[5]. Ibnu Hibban menyebutnya dalam Ats-Tsiqaat dan menyebutkan kisahnya panjang lebar[6]. Al-Ijli juga memasukkannya dalam kitab Ats-Tsiqaat dan menyatakannya sebagai tabi’in yang tsiqah[7]. Tak ketinggalan Muhammad bin Sa’d juga menyatakannya tsiqah.
– Abu Asma` Ar Rahabi, namanya Amr bin Martsad ada pula yang mengatakan namanya adalah Abdullah, tsiqah salah satu perawi yang dipakai oleh Muslim, memang biasa meriwayatkan dari Tsauban.[8]
Abdurrazzaq tidak sendirian, dia dikuatkan oleh Al-Husain bin Hafsh sebagaimana dalam riwayat Al-Hakim.
Riwayat penguat adalah riwayat Ali bin Zaid bin Jud’an sebagaimana disebutkan oleh Ahmad dalam musnadnya:
Waki’ menceritakan kepada kami, dari Syarik, dari Ali bin Zaid, dari Abu Qilabah, dari Tsauban yang berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّودَ قَدْ جَاءَتْ مِنْ قِبَلِ خُرَاسَانَ، فَأْتُوهَا ؛ فَإِنَّ فِيهَا خَلِيفَةَ اللهِ الْمَهْدِيَّ
“Apabila kalian melihat ada panji-panji hitam datang dari arah Khurasan maka datangilah ia karena di dalamnya ada khalifah Allah Al-Mahdi.”Riwayat Ahmad ini dha’if karena ada Syarik dan Ali bin Zaid, keduanya lemah, tapi masih bisa diperkuat oleh riwayat Khalid Al-Hadzdza` di atas.
Bantahan terhadap Syekh Al-Albani
Syekh Al-Albani memasukkan hadits ini ke dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dha’ifah jilid 1 hal. 195-198, nomor 85 dan mengatakannya munkar.
Alasan Al-Albani melemahkan sanad riwayat ini adalah bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al-Jurmi dianggap mudallis dan di sini dia melakukan ‘an’anah.
Ini tidak dapat diterima, sebab ‘an’anah Abu Qilabah dari Abu Asma` Ar-Rahabi dari Tsauban di sini adalah ‘an’anah yang kuat, buktinya Muslim menjadikannya sebagai hujjah dalam shahihnya. Lihat hadits nomor 994, kitab Zakat, bab 12: Fadhl An-Nafaqah ‘alal ‘Iyaal, juga nomor 1920. Ini menunjukkan bahwa ‘an’anah Abu Qilabah dari Abu Asma` sesuai syarat Muslim dan itu ekuivalen dengan shahih.
Bahkan, Abu Hatim dengan tegas menyatakan bahwa Abu Qilabah ini tidak dikenal pernah melakukan tadlis sebagaimana yang dinukil oleh anaknya dalam kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil juz 5 hal. 58.
Memang, Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan mengatakannya sebagai mudallis, tapi dia tak menunjukkan bukti tentang hal itu, hingga akhirnya Al-Hafizh Ibnu Hajar memasukkan nama Abdullah bin Zaid Abu Qilabah Al-Jurmi dalam kitab Thabaqat Al-Mudallisin (hal. 21 nomor 15) sebagai peringkat pertama, artinya tadlisnya tidak berpengaruh pada riwayatnya, sehingga tetap shahih. Wallahu a’lam.
Namun perlu diingat bahwa sebenarnya Al-Albani tidak melemahkan keseluruhan hadits ini terbukti karena dia sendiri mengatakan hadits ini shahih maknanya lalu menyebutkan penguatnya berupa hadits Ibnu Mas’ud. Sepertinya dia hanya mempersoalkan adanya kalimat, “Khalifah Allah Al Mahdi” berpedoman kepada pernyataan Ibnu Taimiyah. Sebenarnya permasalahan penyebutan “khalifah Allah” ini masih menjadi perbedaan pandangan para ulama seperti yang diungkapkan oleh Syekh Bakr Abu Zaid dalam kitabnya, “Mu’jam Al Manahiy Al-Lafzhiyyah” hal. 252- 256.
Yang menarik adalah pandangan Ibnu Al-Qayyim dalam kitab Miftah Dar As-Sa’adah yang dinukil oleh Bakr Abu Zaid,
Saya (Imam Ibnul Qayyim) katakan, jika dimaksudkan untuk penyandaran kepada Allah, bahwa (khalifatullah) adalah pengganti-Nya, maka yang benar (dalam hal ini) adalah pendapat kelompok yang melarangnya. Adapun bila yang dimaksudkan adalah bahwa Allah menjadikannya pengganti bagi orang lain, yakni orang-orang sebelumnya maka penyandaran ini tidak terlarang. Hakikatnya : khalifatullah adalah orang yang menjadikan ia sebagai pengganti terhadap yang lainnya. Maka dari sini terjawablah perkataan Amirul Mukminin (‘Ali radlialallhu ‘anhu) :
(( أُولئك خلفاء الله في أرضه ))
( Mereka adalah para khalifah Allah di buminya.
Takwilan Ibnu Al-Qayyim ini bisa mengkompromikan antara dalil pendapat yang melarang dengan yang membolehkan. Sehingga bisa saja takwilannya disamakan dengan kalimat ruh Allah ketika menyifati Nabi Isa alahis salam.
Kalau sudah begitu, maka tak ada lagi jalan untuk melemahkan hadits Tsauban di atas lantaran ada kalimat yang dianggap munkar di dalamnya.
Perbedaan riwayat antara Abdul Wahhab bin ‘Atha` terhadap Sufyan Ats Tsauri.
Al-Hakim meriwayatkan dalam Al-Mustadrak 4/547, no. 8531:
Al Husain bin Ya’qub bin Yusuf Al-Adl mengabarkan kepada kami, Yahya bin Abu Thalib menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab bin ‘Atha` menceritakan kepada kami, Khalid AL-Hadzdza` memberitakan kepada kami, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma`, dari Tsauban ra yang berkata….” Isinya sama dengan di atas.
Di sini Abdul Wahhab meriwayatkan dari Khalid secara mauquf hanya berupa perkataan Tsauban dan ini menyelisihi riwayat Sufyan Ats-Tsauri yang memarfu’nya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akan tetapi penyelisihan Abdul Wahhab bin ‘Atha` terhadap Sufyan Ats Tsauri jelas tak berarti, karena ketsiqahan Sufyan jauh melampaui Abdul Wahhab. Abdul Wahhab sendiri diberikan predikat oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib “shaduq ada kemungkinan salah”. Maka jelaslah riwayat Sufyan yang diunggulkan.
Selain hadits Tsauban ada pula hadits dari Abu Hurairah dan dari Ibnu Mas’ud yang juga menyebutkan tentang kedatangan pasukan panji hitam ini dari daerah Khurasan yang akan menjadi penyokong Imam Mahdi di akhir zaman untuk kemudian berperang melawan Dajjal. Tapi riwayat-riwayat tersebut semuanya lemah, dan hanya hadits Tsauban di ataslah –sepanjang pengetahuan saya- yang shahih.
Merekalah generasi terakhir Tha`ifah Manshurah yang dijanjikan Rasulullah akan ada di setiap zaman. Banyak tesis dan analisa bahwa pasukan ini akan keluar dari Afghanistan atau Kaukasus, karena kata Khurasan meliputi daerah-daerah tersebut termasuk Iran, apakah mereka Taliban atau mujahidin Kaukasus? Terlalu dini menyimpulan demikian, tapi tak mengapalah kalau sekadar harapan. Wallahu a’lam.