BUNGA RAMPAI BELANDA KOLONIAL-JEPANG MENUJU ERA KEMERDEKAAN INDONESIA
Waktu terus bergulir, angka tahun menunjukkan 1900-an. Pada awal abad 20 ini Ricklefs menyebutnya sebagai era awal munculnya konsepsi tentang Indonesia. Pemerintah Belanda mulai menerapkan kebijakan yang dikenal dengan politik etis. Hal ini terjadi karena di Eropa sendiri sedang dilanda gagasan liberalimse, yakni semangat pembebasan. Novel Max Havelaar yang mengkritik habis kekejaman Hindia Belanda, kini mulai menjadi preferensi penting bagi pegawai kolonial. Fakta lain juga dapat kita temui dalam artikel yang ditulis oleh van Deventer (1899) yang menyatakan bahwa negeri Belanda berhutang kepada bangsa Indonesia. Realisasi dari politik etis adalah dibukanya pendidikan, utamanya dari golongan bawah oleh Gubernur Jenderal van Heutsz (1904-1909).
Dampak dari politik etis ini memang melahirkan model perjuangan tersendiri tentang kemerdekaan dari Belanda. Yakni format perjuangan yang lebih modern, misalnya saja melalui gaya parlementarian (Volksraad), maupun kampanye gagasan dan ideologi diberbagai surat kabar yang diterbitkan sendiri oleh para tokoh nasionalis, serta pembentukan serikat-serikat organisasi sosial-politik.Takashi Shiraishi (lihat: An Age Motion: Popular Radicalism in Java 1912-1926; 1990) menyebut era ini adalah zaman modern seiring dengan gemuruhnya slogan-slogan opheffing (kemajuan), ontwikkeling (perkembangan), dan opvoeding (pendidikan). Dengan menggunakan cara ini, setengah abad dilampaui oleh pejuang nasionalis untuk mendapatkan kemerdekaan. Sampai pada akhirnya waktu yang ditunggu itu tiba, yakni sebuah pernyataan kemerdekaan
Atas berkat rahmat Allah dan melalui proses perjuangan panjang, Bangsa Indonesia akhirnya mencapai kemerdekaannya. Banyak peristiwa sebelum Ir Sukarno dan Moh Hatta memproklamasikan kemerdekaan negara ini.
Menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, perbedaan pendapat antara golongan tua dengan golongan pemuda semakin memuncak, khususnya antara Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai, dengan kelompok pemuda radikal yang tergabung dalam Barisan Pelopor Istimewa atau Tokuketsu Suisyintai.
Kedua kelompok ini berbeda pendapat tentang cara melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sekalipun mereka sama-sama sepakat bahwa kemerdekanaan Indonesia harus segera diproklamasikan.golongan tua berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah hanya jika tetap bekerja sama dengan Jepang.
Konsekuensinya, golongan tua menggantungkan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada rapat PPKI. Adapun peresmian pembantukan PPKI dilaksanakan pada 7 Agustus 1945, sesuai dengan keputusan Jenderal Besar Terauchi, Panglima tentara Umum Selatan, yang membawahi semua tentara Jepang di wilayah Asia Tenggara.
Para anggota PPKI diizinkan melakukan kegiatannya menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri, tetapi mereka diwajibkan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Syarat pertama untuk mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan perang yang sekarang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya, dan bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam Perang Asia Timur Raya.
2. Negara Indonesia merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia harus disesuaikan dengan cita-cita pemerintah Jepang yang bersemangat Hakko-Ichiu.
Golongan Tua yang tergabung dalam PPKI merasa yakin dengan janji kemerdekaan dari Jepang, tepatnya setelah tiga utusan PPKI, yakni Sukarno, Mohammad Hatta dan Radjiman Wediodiningrat berangkat menuju markas besar Jenderal Terauchi di Dalat, Vietnam Selatan. Ketiganya berangkat pada 9 Agustus 1945 dan diterima pada 12 Agustus 1945.
Saat itu, Jenderal Besar Terauchi menyampaikan pada ketiganya bahwa Pemerintah Kemaharajaan Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Indonesia dapat merdeka setelah pelaksanaan persiapannya selesai dilakukan oleh PPKI.
Menurut Jenderal Besar Terauchi, wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Mungkin saja pelaksanaannya tidak dapat sekaligus untuk seluruh wilayah Indonesia, tetapi bagian demi bagian sesuai dengan kondisi setempat.
Lima tahun awal sejak kemerdekaan Indonesia, Ricklefs menyebutnya sebagai zaman revolusi. Sebab seluruh potensi kekuatan nasional ‘dipaksa’ untuk menghadapi kekuatan asing yang masih tetap melancarkan agresi. Ada realitas menarik yang disampaikan oleh Ricklefs mengenai masa-masa revolusi ini. Yakni munculnya sebuah ketegangan di Sumatera dan Jawa. Atas nama kedaulatan rakyat dan persatuan nasional, kelompok-kelompok revolusioner muda mengintimidasi, menculik, dan kadangkala membunuh para pejabat pemerintahan, kepala desa, anggota polisi, yang disangsikan kesetiannya, tuduhan korupsi, dan penindasan selama masa pendudukan Jepang (hal:440).
Pada zaman Orde Baru terjadilah perubahan strategi ekonomi Indonesia. Strategi ekonomi yang disusun oleh kaum tehnokrat Orde Baru mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang maksimal, melalui pemasukan modal dan teknologi asing secara besar-besaran. Adanya Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967, Indonesia membuka pintu lebar-lebar terhadap masuknya modal asing.Mengingat kepentingan nasional makin mendesak, Indonesia merasa perlu secara aktif mengambil bagian dalam kegiatan badan-badan Internasional. Panitia musyawarah DPR-GR mengadakan rapat pada tanggal 13 Juni 1966 untuk membahas resolusi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelum persidangan umum badan dunia itu dimulai pada tahun 1966. Sebagai dasar pertimbangan disebutkan bahwa selama menjadi anggota badan dunia itu sejak 1950-1964, Indonesia telah menarik banyak manfaatnya. Demikian setelah meninggalkan PBB sejak 1 Januari 1965, Indonesia kembali aktif di PBB pada tanggal 28 September 1966 dan mendapat dukunan penuh dari berbagai negara, seperti Aljazair, Jepang, Filipina, Pakistan, Mesir, Thailand, dan sebagainya. Selain itu Indonesia juga berusaha memulihkan kembali hubungannya dengan negara-negara lain yang sebagai akibat kebijakan politik Orde Lama telah menjadi renggang. Misalnya dengan India, Filipina, Thailand, Australia, dan negara-negara non-aligned di Asia, Afrika, dan Eropa. Sedang dalam organisasi-organisasi internasional yang bersifat non-govermental khususnya dalam rangka solidaritas Asia-Afrika seperti OISR, AA, PWAA Indonesia berusaha mengadakan pemurnian dalam asas-asas dan tujuan organisasi-organisasi tersebut, baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional.
Sumber:
- http://pengertiandaninfo.blogspot.com/2012/12/tentang-politik-pintu-terbuka.html diakses pada tanggal 5 Maret 2013, pukul 11.06 Wita
- http://iwaka91.blogspot.com/2011/06/politik-pintu-terbuka-hindia-belanda.html diakses pada tanggal 5 Maret 2013, pukul 11.11 Wita
- Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern: 1200-2008. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi
- Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta : Balai Pustaka
- Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar